Stay in touch
Subscribe to our RSS!
Oh c'mon
Bookmark us!
Have a question?
Get an answer!

Selasa, 30 Oktober 2012

1. Landasan Filososfis a. Pengertian Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakekat pendidikan, landasan yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam pendidikan. Landasan filosofis adalah landasan yang bedasarkan filsafat. Sesuai dengan sifatnya, maka landasan filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluuh dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, meyangkut keyakianan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Ada berbagai macam filsafat pendidikan lima diantaramya yang dominan adalah : a) Esensial (klasik) Filsafat pendidikan esensialisme memandang bahwa yang berhakiki atau yang esensi ialah kebudayaan klsik yang sudah berlangsung berabad-abad lamanya di masysrakat. Yang ternyata sudah terbukti memberi buah berupa ahli-ahli yang bersifat internasional Kebudayaan klasik itu yang muncul dizaman Romawi, mereka mempergunakan buku-buku klasik yang ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great Book. Buku inilah yang menjadi bahan pelajaran yang utama. Alat mengasah otak ini tidak ada bandingnya di dunia. Bahasa latin dengan kebudayaan Yunani dan Romawai ini adalah alat yang nomor satu. Alat inilah yang sudah terbukti kemampuannya berabad-abad lamanya. Filsafat ini menghendaki pendidikan berfikir yang logis Penganut filsafat ini berpendapat bahwa bila seorang bisa berfikir logis maka ia akan mudah melakukan tugas dalam kehidupannya sehari-hari.Filsafat ini mementingkan pendidikan logika. b) Tradisionalis Filasafat pendidikan tradisionalisme memiliki kesamaan dengan filsafat pendidikan esensialisme dalam segi materi yang dipelajari. Yaitu kedua-duanya mempelajari kebudayaan Yunani dan Romawi. Bedanya ialah kalau esensialisme menekankan pada bahasa latinnya sebagai alat pengasah otak untuk memiliki logika yang baik, maka tradisionalisme menekankan pada kebudayaan sebagai sarana untuk membentuk emosi atau cita rasa yang indah.Penganut filsafat ini memandang tradisi pada zaman pertengahan dan zaman-zaman sebelumnya yang indah itu diwarnai oleh kebudayaan klasik perlu dipertahankan, sebab sudah terbukti kebenarannya yang membuat kehidupan manusia stabil. Tata tertib masyarakat pada abad XX ini yang mulai goyah adalah akibat mengingkari tradisi yang baik itu. Abad XX ini sudah menyeleweng yang menimbulkan krisis dunia. Berarti pendidikan yang di inginkan oleh filsafat ini adalah pendidikan yang tujuan, materi, dan metodenya tetap, yang sudah terbukti baik berabad-abad lamanya. Dalam hal ini adalah pendidikan seperti yang dilaksanakan di Eropa pada zaman Yunani dan Romawi pertengahan dengan buku-buku yang klasik pula. c) Perenilisme Filsafat pendidikan perenialisme bertitik tolak pada sesuatu yang abadi adalah suatu yang bersumber dari Tuhan. Mereka yakin bahwa sesuatu yang abadi inilah yang paling benar maka pendidikan pun harus sejalan dengan ini muncul dan berkembang pesat abad zaman pertengahan sebagian besar Negara-negara di Eropa dikuasai oleh dewa gereja akibat pengaruh filsafat ini. d) Progresifisme Filsafat pendidikan progresifisme lahir di Amerika. Sejalan dengan jiwa Amreika sebagai bangsa yang dinamis berjuang mencari hidup baru di negeri seberang, maka dinamika ini pun tercermin dalam filsafatnya. Bagi mereka tidak ada hidup yang tetap dengan nilai-nilai abadi. Yang ada adalah perubahan, segala sesuatu yang berubah. Hari ini mereka lihat adalah kehidupan nyata sehari-hari. Demikianlah progresifisme mempunyai jiwa perubahan, relatifitas. Kebebasan, dinamika, ilmiah, dan perubahan nyata. Menurut filsafat ini tidak ada tujuan yang pasti begitu pula tidak ada kebenaran yang pasti. Tujuan dan kebenaran ini bersifat relatif. Karena tujuan tidak pasti, maka cara atau alat untuk mencapai tujuan itupun tidak pasti. Tujuan dan alat bagi mereka adalah satu artinya jika tujuan dan alatpun berubah. Pendidikan yang di inginkan filsafat ini adalah pendidikan yang selalu mencari sesuatu yang lebih baik beberapa prinsip pendidikan ditujuankan untuk mampu mencapai cita-cita yang lebih baik. e) Rekonstruksionalisme Filsafat rekonstruksionalisme berupaya mengkonstruksi kembali kehidupan manusia secara total semua segi kehidupan harus diubah dan dibuat baru. Aliran filsafat yang ekstrim ini berupaya merombak tata susunan masyarakat lama dan membangun tata susunan hidup yang baru sama sekali, melalui lembaga dan proses pendidikan b. Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidkan Nasional Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Rincian tentang dasar pendidikan tersebut tercantum dalam penjelsan UU RI no 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk pendidikan adalah pengalaman pancasila. Sehubungan dengan itu pendidikan nasional mengusahakan pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mandiri. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta muara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa pancasila adalah sumber system nilai dalam pendidikan. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa pancasila adalah landasan filosofis dalam segala kebijakan dan praktik pendidikan. Kajian yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan di Indonesia, dewasa ini adalah penggalangan kembali landasan berpikir ideologis dalam dunia persekolahan menurut Pancasila. Jangan mentang-mentang karena reformasi dan amandemen UUD 1945 akhirnya kebablasan sehingga nilai-nilai materil dan spiritual dari Pancasila sengaja diabaikan atau malah terabaikan. Sebagai bangsa yang besar dan bermartabat, walaupun sering dilecehkan oleh bangsa-bangsa lain. Sudah sepatutnya diadakan peninjauan refleksionis ke hati nurani kaum warga bangsa ini. Kita mengaku sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, warga negara Indonesia. Sebagaimana sila pembuka dari Pancasila, yaitu memiliki kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Memberikan ruang publik kepada seluruh warga negaranya untuk mempercayai dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai agama dan kepercayaannya masing-masing berdasar kemanusiaan yang adil dan beradab dengan mengedepankan sikap saling menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda dengan tetap menjaga kerukunan sesama umat beragama. Agama adalah pilihan masing-masing warga negara menyangkut hubungan pribadi yang vertikal dengan Sang Pencipta dan tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menyangkut sila kedua sebagai landasan, yakni : Memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai mahluk Tuhan yang sederajat, mempunyai persamaan hak dan kewajiban yang asasi tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, ras, kepercayaan, jenis kulit, strata sosial, warna. Tenggang rasa dan tepo seliro merupakan implementasi konkrit dari perlakuan manusia secara utuh. Bangsa Indonesia sebagai bagian dari pergaulan dunia juga menghormati bangsa lain dan bekerjasama. Menyangkut sila ke-3, yakni: Menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama. Rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa bila diperlukan. Memiliki rasa cinta tanah air dan bangsa Indonesia. Serta turut berperan serta dalam ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Memupuk pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Pernyataan dari sila ke-4, yaitu : Warga negara dan rakyat Indonesia mempunyai kedudukan, hak, serta kewajiban yang sama. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Mendahulukan permusyawaratan demi mencapai permufakatan sesama untuk mengambil keputusan demi kepentingan bersama. Musyawarah disemangati rasa kekeluargaan yang tinggi dengan tetap menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai dalam permufakatan. Bertanggung jawab menerima dan melaksanakan keputusan musyawarah dengan tetap mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi maupun golongan. Permusyawaratan dilakukan dengan akal sehat sesuai hati nurani yang luhur dan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa. Cakupan sila ke-5 : Mengedepankan perbuatan luhur dengan kegiatan sosial kemanusiaan yang mencerminkan budi luhur, sikap dan suasana kekeluargaan maupun semangat gotong royong. Dalam perbuatan luhur tetap menjaga sikap adil terhadap sesama, kesetaraan hak dan kewajiban, menghormati hak orang lain, tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat premanisme, pemerasan terhadap orang lain, pemborosan dan bergaya hidup mewah yang bertentangan atau bahkan merugikan kepentingan umum. Sebagai warga negara Indonesia seutuhnya gemar melakukan kegiatan untuk mewujudkan kemajuan merata dan meningkatnya keadilan sosial masyarakat.

1 komentar
Paradigma pendidikan yang di anggap jadul adalah paradigm pendidikan kapitalistik yang menganut proses-proses  input-proces-output. siswa di perlakukan sebagai raw-input(bahan mentah ).6Kelemahan paradigma  pendidikan kapitalistik tersebut yaitu ,menepatkan pendidikan sebagai system mekanik di mana permasalahanya dan solusi pemecahannya bersifat  parsial sehingga dunia pendidikan bekesan sebagai sebagai konstruksi yang penuh dengan tambalan dan sulaman.mekanisme program-program pemerintahan dalam dunia masi bersifat  sebagai jaawaban dari permasalahan (kuratif) padahal sejatinya haruslah bersifat preventif. berpijak pada paradikma pendidikan kapitalistik dengan konsep intput – process – output , pengangguran adalah output unseles society atau produk gagal.
Untuk menghasilkan peserta didik yang memiliki out put yang baik, terdapat beberapa factor diantaranya factor guru, factor siswa, sarana dan prasarana serta factor lingkungan
          Peserta didik bukanlah benda, akan tetapi individu yang memiliki potensi, kecerdasan kemampuan dan minat yang berbeda. Disamping itu juga pesrta didik bukanlah individu dalam bentuk “min” akan tetapi makhluk yang sedang berkembang. Tinggal lagi bagaimana pengajar mengakali atau menetukan suatu strategi pembelajaran. Dimana dalam proses pembelajaran guru bukan hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya akan tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran(manager of learning). Dengan demikian, efektivitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, sedangkan prasarana adalah sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud disini mencakup seluruh kalangan mulai dari lingkungan keluarga, bermain dan lingkungan sekolah, semua akan pendidikkan akan berjalan sesuai rencana atau kurikulum apabila hubungan yang baik terjalin, antara puhak sekolah dengan orangtua, murid dengan guru baik hubungan sekolah dengan lembaga-lembaga luar. Dengan mekanikal parsial pada pendidikkan akan minim sekali terjadi.

1 komentar:

  1. terlalu bnyak tulisan yang tida terkesan, sehingga tidak menarik unuk dibaca

    BalasHapus